I.1 Defenisi
Peritonitis (radang selaput rongga perut) adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Hal ini biasanya disebabkan oleh hamburan infeksi dari organ yang terinfeksi dalam rongga perut. sumber umum adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu, atau Lampiran. Penyakit ini juga dapat menyebar ke peritoneum dari bagian tubuh lain melalui darah. Peritoneum adalah sangat resisten terhadap infeksi. Kecuali infektifitas terus, peritonitis tidak kemajuan, dan cenderung mengobati dengan pengobatan.
Peritonitis juga dapat berkembang setelah operasi untuk beberapa alasan. Kerusakan pada kandung empedu, ureter, kandung kemih, atau usus melalui operasi bisa drop bakteri ke dalam rongga perut. Kebocoran juga dapat mengambil r berlangsung selama operasi di mana segmen usus yang bergabung.Ada dua jenis peritonitis: peritonitis primer yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah dan kelenjar getah bening ke peritoneum. Hal ini biasanya terjadi dengan orang yang memiliki penyakit hati dan jenis ini tidak biasa, kurang dari 1% dari semua kasus peritonitis primer. peritonitis sekunder adalah jenis yang lebih umum peritonitis yang disebabkan oleh masuknya bakteri atau enzim ke dalam peritoneum dari saluran pencernaan atau empedu. Hal ini juga disebabkan oleh kebocoran bakteri, enzim, atau empedu ke dalam peritoneum dari lubang atau air mata dalam saluran pencernaan atau empedu.
Tanda-tanda dan gejala peritonitis meliputi: Pembengkakan dan kelembutan dalam perut, demam dan menggigil, kehilangan nafsu makan, mual dan muntah, peningkatan pernapasan dan detak jantung, napas dangkal, tekanan darah rendah, urin terbatas output dan kegagalan untuk lulus gas atau kotoran .Untuk mendiagnosa peritonitis, dokter pertama akan melakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui apakah diperlukan operasi untuk memperbaiki masalah mendasar. Selama penilaian, dokter akan merasa dan tekan perut ke tempat setiap pembengkakan dan nyeri di daerah serta tanda bahwa cairan telah dikumpulkan di daerah tersebut. dokter juga dapat mendengarkan suara usus dan uji untuk kesulitan bernapas, tekanan darah rendah dan indikasi adanya dehidrasi. Tes darah, sampel cairan dari perut, CT scan, x-ray dada dan peritoneal lavage adalah prosedur yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis.
Peritonitis adalah negara berpotensi mengancam kehidupan yang memerlukan perhatian medis yang mendesak. Rumah sakit umum. Bedah seringkali diperlukan untuk menghilangkan sumber infeksi, seperti bengkak lampiran, atau untuk memperbaiki air mata dalam dinding saluran pencernaan atau empedu. Antibiotik diberikan untuk mengendalikan infeksi dan terapi intravena digunakan untuk resturn hidrasi. Setelah ini telah diambil, beberapa suplemen makanan, termasuk glutamin dan arginin, omega-3 dan asam lemak omega-6, vitamin A, E, dan C, seng, dan berbagai ramuan Cina dapat digunakan selain untuk antibiotik untuk membantu dalam proses penyembuhan, terutama selama pemulihan. Komplikasi dari peritonitis dapat mencakup sebagai berikut: Sepsis, abnormal pembekuan darah, pembentukan jaringan fibrosa di peritoneum, sindrom distress pernapasan dewasa dan beberapa bentuk peritonitis kronis tidak menanggapi pengobatan. Prognosis untuk peritonitis tergantung terutama pada kondisi alam. Prospek bagi mereka dengan peritonitis sekunder cenderung menjadi miskin terutama di kalangan orang tua, orang dengan sistem kekebalan, dan mereka yang memiliki gejala selama lebih dari 48 jam sebelum pengobatan. Sementara prospek jangka panjang bagi individu dengan peritonitis primer yang terkait dengan penyakit hati juga cenderung menjadi miskin, prognosis untuk peritonitis primer antara anak-anak umumnya baik setelah perawatan dengan antibiotik.
Tanda-tanda dan gejala peritonitis meliputi: Pembengkakan dan kelembutan dalam perut, demam dan menggigil, kehilangan nafsu makan, mual dan muntah, peningkatan pernapasan dan detak jantung, napas dangkal, tekanan darah rendah, urin terbatas output dan kegagalan untuk lulus gas atau kotoran .Untuk mendiagnosa peritonitis, dokter pertama akan melakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui apakah diperlukan operasi untuk memperbaiki masalah mendasar. Selama penilaian, dokter akan merasa dan tekan perut ke tempat setiap pembengkakan dan nyeri di daerah serta tanda bahwa cairan telah dikumpulkan di daerah tersebut. dokter juga dapat mendengarkan suara usus dan uji untuk kesulitan bernapas, tekanan darah rendah dan indikasi adanya dehidrasi. Tes darah, sampel cairan dari perut, CT scan, x-ray dada dan peritoneal lavage adalah prosedur yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis.
Peritonitis adalah negara berpotensi mengancam kehidupan yang memerlukan perhatian medis yang mendesak. Rumah sakit umum. Bedah seringkali diperlukan untuk menghilangkan sumber infeksi, seperti bengkak lampiran, atau untuk memperbaiki air mata dalam dinding saluran pencernaan atau empedu. Antibiotik diberikan untuk mengendalikan infeksi dan terapi intravena digunakan untuk resturn hidrasi. Setelah ini telah diambil, beberapa suplemen makanan, termasuk glutamin dan arginin, omega-3 dan asam lemak omega-6, vitamin A, E, dan C, seng, dan berbagai ramuan Cina dapat digunakan selain untuk antibiotik untuk membantu dalam proses penyembuhan, terutama selama pemulihan. Komplikasi dari peritonitis dapat mencakup sebagai berikut: Sepsis, abnormal pembekuan darah, pembentukan jaringan fibrosa di peritoneum, sindrom distress pernapasan dewasa dan beberapa bentuk peritonitis kronis tidak menanggapi pengobatan. Prognosis untuk peritonitis tergantung terutama pada kondisi alam. Prospek bagi mereka dengan peritonitis sekunder cenderung menjadi miskin terutama di kalangan orang tua, orang dengan sistem kekebalan, dan mereka yang memiliki gejala selama lebih dari 48 jam sebelum pengobatan. Sementara prospek jangka panjang bagi individu dengan peritonitis primer yang terkait dengan penyakit hati juga cenderung menjadi miskin, prognosis untuk peritonitis primer antara anak-anak umumnya baik setelah perawatan dengan antibiotik.
I.2 Etiologi
Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi tifus abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena perforasi organ berongga karena trauma abdomen.a.Bakterial : Bacteroides, E.Coli, Streptococus, Pneumococus, proteus, kelompok Enterobacter-Klebsiella, Mycobacterium Tuberculosa. b.Kimiawi : getah lambung,dan pankreas, empedu, darah, urin, benda asing (talk, tepung).
Bila ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi atas penyebab primer (peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ viseral), atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat). Secara umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infektif (umum) dan abses abdomen (lokal). Infeksi peritonitis relatif sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang mendasarinya. Penyebab utama peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena infeksi intraabdomen, namun biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat penyakit hati kronik. Akibat asites akan terjadi kontaminasi hingga ke rongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri menuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang-kadang terjadi pula penyebaran hematogen jika telah terjadi bakteremia. Sekitar 10-30% pasien dengan sirosis dan asites akan mengalami komplikasi seperti ini. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses.
Hal tersebut terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antarmolekul komponen asites.
Sembilan puluh persen kasus SBP terjadi akibat infeksi monomikroba. Patogen yang paling sering menyebabkan infeksi ialah bakteri gram negatif, yakni 40% Eschericia coli, 7% Klebsiella pneumoniae, spesies Pseudomonas, Proteus, dan gram negatif lainnya sebesar 20%. Sementara bakteri gram positif, yakni Streptococcus pneumoniae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan golongan Staphylococcus sebesar 3%. Pada kurang dari 5% kasus juga ditemukan mikroorganisme anaerob dan dari semua kasus, 10% mengandung infeksi campur beberapa mikroorganisme.Penyebab lain yang menyebabkan peritonitis sekunder ialah perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat divertikulitis, volvulus, atau kanker, dan strangulasi kolon asendens.
Sembilan puluh persen kasus SBP terjadi akibat infeksi monomikroba. Patogen yang paling sering menyebabkan infeksi ialah bakteri gram negatif, yakni 40% Eschericia coli, 7% Klebsiella pneumoniae, spesies Pseudomonas, Proteus, dan gram negatif lainnya sebesar 20%. Sementara bakteri gram positif, yakni Streptococcus pneumoniae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan golongan Staphylococcus sebesar 3%. Pada kurang dari 5% kasus juga ditemukan mikroorganisme anaerob dan dari semua kasus, 10% mengandung infeksi campur beberapa mikroorganisme.Penyebab lain yang menyebabkan peritonitis sekunder ialah perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat divertikulitis, volvulus, atau kanker, dan strangulasi kolon asendens.
I.3 Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus. Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah. Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah. Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.
Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan.
Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis. Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia. Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium yang mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata.
Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritonium berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat.
Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon,mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsanganperitonium.
I.4 Tanda dan Gejala
Tanda-tanda dan gejala peritonitis meliputi:
• Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitis umum.
• Demam
• Distensi abdomen
• Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.
• Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
• Nausea
• Vomiting
• Penurunan peristaltik.
I.5 Pengobatan Medis
• Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitis umum.
• Demam
• Distensi abdomen
• Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.
• Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
• Nausea
• Vomiting
• Penurunan peristaltik.
I.5 Pengobatan Medis
Prinsip umum pengobatan adalah pemberian antibiotika yang sesuai, dikompresi, saluran cerna, dengan penghisapan nasogastrik dan usus, penggantian cairan, dan elektrolit yang hilang secara intravena, pembuangan fokus septik {apendiks, dsb} atau penyebab peradangan lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar, dan tindakan-tindakan menghilangkan rasa sakit. Penggantian cairan, koloid dan elektroli adalah focus utama. Analegesik diberikan untuk mengatasi nyeri antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang inkubasi jalan napas dan bantuk ventilasi diperlukan. Tetapi medikamentosa nonoperatif dengan terapi antibiotic, terapi hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolic dan terapi modulasi respon peradangan.Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada bagian bawah atau abdomen berbeda-beda namun semua ahli bedah sepakat pasien dengan tanda peritonitis atau hipovolemia harus menjalani explorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien tanpa-tanda-tanda sepsis dengan hemodinamik stabil. Semua luka tusuk di dada bawah dan abdomen harus dieksplorasi terlebih dahulu. Bila luka menembus peritoniummaka tindakan laparotomi diperlukan. Prolaps visera, tanda-tanda peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdaat darah dalam lambung, buli-buli dan rectum, adanya udara bebas intraperitoneal dan lavase peritoneal yang positif juga merupakan indikasi melakukan laparotomi. Bila tidak ada, pasien harus diobservasi selama 24-48 jam. Sedangkan pada pasien luka tembak dianjurkan agar dilakukan laparotomi.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien yang mencakup tiga fase yaitu :
1. Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dibawa kemeja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien ditatanan kliniik atau dirumah, menjalani wawancaran praoperatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien praoperatif ditempat ruang operasi.
2. Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai dketika pasien masuk atau dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan dapat meliputi: memasang infuse (IV), memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Pada beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanyapada menggemgam tangan pasien selama induksi anastesia umum, bertindak dalam peranannya sebagai perawat scub, atau membantu dalam mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesejajaran tubuh.
3. Fase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan kliniik atau dirumah. Lingkup keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase pascaoperatif langsung, focus terhadap mengkaji efek dari agen anastesia dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan. Setiap fase ditelaah lebih detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan memungkinkan, proses keperawatan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi diuraikan.
I.6 Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Keperawatan
Tanggal Pengkajian : 20 Maret 2010
Jam : 07.30 WIB
Oleh : Kelompok 3A
Sumber dari : Pasien
Metode : Obervasi
Jam : 07.30 WIB
Oleh : Kelompok 3A
Sumber dari : Pasien
Metode : Obervasi
Biodata
Identitas Klien
Identitas Klien
Nama : Ny.N
Tempat Tanggal Lahir : Yogyakarta, 10 juni 1979
Umur : 31 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : kab. Bantul
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
No. CM :026723
Tanggal Masuk : 20 Maret 2010
Riwayat Kesehatan
a.Keluhan Utama
Nyeri akibat peritonitis pada daerah abdomen.
b.Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada pengkajian terdapat nyeri di daerah perut. Pasien tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari sehingga penampilannya tampak kumuh, mulut berbau, dan giginya tampak kotor. Tekanan darah : hipotensi, suhu tubuh : hipertermi, frekuensi pernafasan : takipneu, nadi : takikardi.
c.Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien tidak pernah menderita penyakit yang sama seperti itu sebelumnya dan tidak punya riwayat alergi
d.Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
Tempat Tanggal Lahir : Yogyakarta, 10 juni 1979
Umur : 31 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : kab. Bantul
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
No. CM :026723
Tanggal Masuk : 20 Maret 2010
Riwayat Kesehatan
a.Keluhan Utama
Nyeri akibat peritonitis pada daerah abdomen.
b.Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada pengkajian terdapat nyeri di daerah perut. Pasien tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari sehingga penampilannya tampak kumuh, mulut berbau, dan giginya tampak kotor. Tekanan darah : hipotensi, suhu tubuh : hipertermi, frekuensi pernafasan : takipneu, nadi : takikardi.
c.Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien tidak pernah menderita penyakit yang sama seperti itu sebelumnya dan tidak punya riwayat alergi
d.Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
B.Pemeriksaan Fisik
a.Tanda-Tanda Vital
1)Suhu : hipertermi ( >37,5 ºC)
2)Nadi : takikardi ( >100x/menit)
3)Tekanan Darah : hipotensi ( < 109/69 mmHg)
4)Pernafasan : takipneu ( > 24x/menit)
5)Tinggi Badan : 165 cm
6)Berat Badan : 58 kg
b.Keadaan Umum
Keadaan umum baik. Kesadaran komposmentis. Penampilan pasien sesuai dengan umurnya. Bentuk badan sedang, bicara jelas, namun terkadang disertai dengan merintih. Pasien berbaring dan bergerak terbatas. Penampilan pasien terlihat kumuh dan kotor. Pasien terlihat pucat dan berkeringat.
c.Kulit, Kuku, Rambut
Warna kulit normal. Tidak terdapat lesi. Warna kuku kemerahan. Jumlah rambut banyak dan merata.
Suhu tubuh teraba hangat, membrane mukosa kering, turgor kulit jelek.
d.Kepala
Muka simetris, tidak ada kelainan bentuk pada tengkorak.rambut kuat, berwarna hitam, dan distribusinya merata. Kulit kepala kotor dan terdapat ketombe.
Tidak ada nyeri tekan maupun massa pada kepala.
e.Mata
Reflek pupil (+), konjungtiva berwarna merah muda, sclera berwarna kemerahan, iris berwarna coklat.
f.Telinga
Daun telinga sewarna dengan bagian tubuh lain. Terdapat serumen pada liang telinga, telinga kotor. Catilago pada daun telinga bersifat elastis, tidak terdapat nyeri tekan pada prosesus mastoideus. Pendengaran normal/tidak tuli.
g.Hidung
Hidung simetris, tidak terdapat secret, perdarahan, maupun sumbatan. Hidung sewarna dengan bagian tubuh lain.
Tidak terdapat massa, nyeri tekan, maupun krepitasi.
h.Mulut
Bibir tidak sianosis. Terdapat plaque dan caries pada gigi. Membrane mukosa kering dan lidah bengkak. Mulut kotor dan berbau.
i.Leher
Leher simetris dan sewarna dengan bagian tubuh lain. Tidak ada pembengkakan, gerakan bebas.
Tidak terdapat massa dan nyeri tekan.
j.Dada
Terdapat peninggian diafragma, dada sewarna dengan bagian tubuh lain. Tidak ada massa maupun nyeri tekan. Payudara simetris, bentuk normal, dan sewarna dengan bagian tubuh lain. Tidak terdapat lesi maupun keluaran.
k.Abdomen
Bentuk abdomen normal dan simetris, sewarna dengan bagian tubuh lainnya.
Terdapat luka bekas operasi laparatomi. Abdomen teraba agak kaku (distensi abdomen).
Pada perkusi terdengar bunyi timpani/hiperesonan.
Terdapat nyeri tekan pada abdomen. Terjadi penurunan peristaltic usus.
l.Anus dan Rektum
Tidak terdapat nyeri tekan, massa, maupun hemoroid.
a.Tanda-Tanda Vital
1)Suhu : hipertermi ( >37,5 ºC)
2)Nadi : takikardi ( >100x/menit)
3)Tekanan Darah : hipotensi ( < 109/69 mmHg)
4)Pernafasan : takipneu ( > 24x/menit)
5)Tinggi Badan : 165 cm
6)Berat Badan : 58 kg
b.Keadaan Umum
Keadaan umum baik. Kesadaran komposmentis. Penampilan pasien sesuai dengan umurnya. Bentuk badan sedang, bicara jelas, namun terkadang disertai dengan merintih. Pasien berbaring dan bergerak terbatas. Penampilan pasien terlihat kumuh dan kotor. Pasien terlihat pucat dan berkeringat.
c.Kulit, Kuku, Rambut
Warna kulit normal. Tidak terdapat lesi. Warna kuku kemerahan. Jumlah rambut banyak dan merata.
Suhu tubuh teraba hangat, membrane mukosa kering, turgor kulit jelek.
d.Kepala
Muka simetris, tidak ada kelainan bentuk pada tengkorak.rambut kuat, berwarna hitam, dan distribusinya merata. Kulit kepala kotor dan terdapat ketombe.
Tidak ada nyeri tekan maupun massa pada kepala.
e.Mata
Reflek pupil (+), konjungtiva berwarna merah muda, sclera berwarna kemerahan, iris berwarna coklat.
f.Telinga
Daun telinga sewarna dengan bagian tubuh lain. Terdapat serumen pada liang telinga, telinga kotor. Catilago pada daun telinga bersifat elastis, tidak terdapat nyeri tekan pada prosesus mastoideus. Pendengaran normal/tidak tuli.
g.Hidung
Hidung simetris, tidak terdapat secret, perdarahan, maupun sumbatan. Hidung sewarna dengan bagian tubuh lain.
Tidak terdapat massa, nyeri tekan, maupun krepitasi.
h.Mulut
Bibir tidak sianosis. Terdapat plaque dan caries pada gigi. Membrane mukosa kering dan lidah bengkak. Mulut kotor dan berbau.
i.Leher
Leher simetris dan sewarna dengan bagian tubuh lain. Tidak ada pembengkakan, gerakan bebas.
Tidak terdapat massa dan nyeri tekan.
j.Dada
Terdapat peninggian diafragma, dada sewarna dengan bagian tubuh lain. Tidak ada massa maupun nyeri tekan. Payudara simetris, bentuk normal, dan sewarna dengan bagian tubuh lain. Tidak terdapat lesi maupun keluaran.
k.Abdomen
Bentuk abdomen normal dan simetris, sewarna dengan bagian tubuh lainnya.
Terdapat luka bekas operasi laparatomi. Abdomen teraba agak kaku (distensi abdomen).
Pada perkusi terdengar bunyi timpani/hiperesonan.
Terdapat nyeri tekan pada abdomen. Terjadi penurunan peristaltic usus.
l.Anus dan Rektum
Tidak terdapat nyeri tekan, massa, maupun hemoroid.
Pola Fungsi Kesehatan (Gordon)
a.Persepsi terhadap Kesehatan
a.Persepsi terhadap Kesehatan
Pasien mengatakan bahwa sakit adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Apabila sakit, pasien membeli obat di warung, memeriksakan ke Puskesmas atau dokter tergantung jenis sakit yang diderita.
b.Pola Istirahat Tidur
Selama sakit pasien mengalami gangguan pola tidur akibat nyeri pada daerah abdomen.
c.Pola Nutrisi Metabolik
c.Pola Nutrisi Metabolik
Selama sakit pasien mengalami penurunan nafsu makan, anoreksia, mual dan muntah, serta mengalami kehausan.
d.Pola Eliminasi
Selama sakit pasien jarang BAB dan tidak mampu dalam hal defekasi. Terjadi penurunan keluaran urine, warna urine gelap.
e.Pola Kognitif Perseptual
e.Pola Kognitif Perseptual
Selama sakit pasien mampu berkomunikasi dengan baik dan mengerti apa yang dibicarakan. Pasien terkadang terlihat meringis.
f.Pola Konsep Diri
1)Harga Diri
f.Pola Konsep Diri
1)Harga Diri
Pasien mengatakan tidak merasa rendah diri terhadap penyakit yang diderita.
2)Ideal Diri
2)Ideal Diri
Tidak terganggu.
3)Identitas Diri
3)Identitas Diri
Pasien mengetahui segala hal tentang dirinya dan tidak mengalami gangguan dalam hal identitas diri.
4)Gambaran Diri
Terdapat luka bekas operasi pada daerah abdomen.
5)Peran Diri
5)Peran Diri
Pasien tidak dapat melakukan perannya sebagai ibu rumah tangga seperti biasanya karena penyakitnya tersebut.
g.Pola Koping
Apabila memiliki masalah pasien selalu mengatakan kepada suaminya. Pasien selalu terbuka dalam mengutarakan masalahnya. Pasien sangat optimis terhadap masa depan dan yakin akan segera sembuh.
h.Pola Seksual Reproduksi
h.Pola Seksual Reproduksi
Pasien menarche pada usia 13 tahun, menstruasi normal dengan siklus 28 hari. Pasien tidak pernah melakukan pap smear dan tidak pernah melakukan pemeriksaan payudara. Terdapat kista pada ovarium pasien.
i.Pola Peran Hubungan
Hubungan pasien dengan keluarga, suami, anak dan tetangganya baik.
j.Pola Nilai dan Kepercayaan
j.Pola Nilai dan Kepercayaan
Selama sakit pasien tidak dapat melakukan sholat seperti biasanya.
Pemeriksaan Penunjang
a.Pemeriksaan protein/albumin
a.Pemeriksaan protein/albumin
Protein/albumin menurun karena perpindahan cairan.
b.Pemeriksaan amylase
b.Pemeriksaan amylase
Amilase mengalami peningkatan.
c.Pemeriksaan elektrolit
c.Pemeriksaan elektrolit
Hipokalemia.
d.GDA
d.GDA
Asidosis metabolic.
e.Kultur
e.Kultur
Organisme penyebab peritonitis teridentifikasi dari darah, eksudat/secret, dan cairan asites.
f.Pemeriksaan foto abdominal
f.Pemeriksaan foto abdominal
Distensi usus.
g.Foto dada
g.Foto dada
Peninggian diafragma.
h.Parasentesis
h.Parasentesis
Cairan peritoneal mengandung darah, pus/eksudat, amylase, empedu, kreatinin.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan : hal yang mengakibatkan nyeri abdomen
1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan : hal yang mengakibatkan nyeri abdomen
2.Kurang perawatan diri mandi / higyen berhubungan dengan kelemahan fisik
3.Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi
3.Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi
C. Rencana Asuhan Keperawatan
Tujuan Kriteria
- Agar nyeri dapat berkurang
- Kebutuhan akan cairan dapat terpenuhi
- Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
- Pola tidur lebih baik dari sebelumnya
- Penampilan lebih baik dan bersih dari sebelumnya
- Agar klien tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil
- Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …..x 24 jam. Diharapkan nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil :
Pain control - mengenali factor penyebab
- menggunakan metode pencegahan
- menggunakan metode pencegahan non analgetik untuk mengurangi nyeri
- menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
- mengenali gejala nyeri
b. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam. Diharapkan kebutuhan akan
cairan dapat terpenuhi dengan kriteria hasil :
Fluid Balance :
o TD dalam batas normal
o nadi dalam batas normal
o tidak haus berlebihan
o elektrolit serum dalam batas normal
o nilai hematokrit dalam batas normal
- Setelah dilkukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dengan kriteria hasil :
Fluid Balance:
o Tekanan darah dalam rentang normal
o Keseimbangan intake dan output selama 24 jam
o Status Nutrisi
o Intake nutrisi
o Intake makanan dan cairan
o Bertenaga
- Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam, pola tidur lebih baik dari sebelumnya dengan criteria hasil :
Sleep :
o Lamanya tidur
o Pola tidur
o Kualitas tidur
o Tidur tidak terganggu
o Perasaan segar saat bangun tidur
- Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam, penampilan lebih baik dan bersih dari sebelumnya dengan criteria :
Self-Care: Bathing
o Masuk dan keluar kamar mandi
o Membasuh tubuh
o Mengeringkan tubuh
Self-Care: Activities of Daily Living
o Bersih
- Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan klien tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil :
Risk Control
o mengetahui risiko
o mengembangkan strategi control risiko secara efektif
o memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi risiko menggunakan dukungan personal untuk mengontrol risiko.
o berpartisipasi dalam sceening untuk mengidentifikasi risiko
o memonitor perubahan status kesehatan
Waktu Pencapaian
Rencana Tindakan
a. Pain management (1400)
o Lakukan pengkjian nyeri secara komperhensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi
o Observasi reaksi non verbal dan ketidaknyamanan
o Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
o Ajarkan tentang tehnik non farmakologi ( relaksasi dan distraksi)
o Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
o Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
b. Analgesic Administration (2210)
o Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian dan dosis optimal
o Evaluasi aktifitas analgetik tanda dan gejala (efek samping)
c. Fluid Management (4120)
o Monitor tanda-tanda vital
o Pertahankan intake dan output yang akurat
o Monitor berat badan / hari
o Monitor status dehidrasi
o Monitor status nutrisi
o Berikan diuretic sesuai intruksi
o Monitor intake dan output
o Monitor serum dan elektrolit urine
o Monitor hasil laboratorium berhubungan dengan retensi cairan (peningkatan BUN, penurunan hematokrit)
d. Manajemen Ketidakteraturan dalam Memakan
o Ajarkan dan tanamkan konsep nutrisi sehat kepada pasien.
o Catat intake dan output cairan.
o Catat intake kalori dalam makanan sehari-hari.
e. Manajemen Nutrisi(1100)
- Berikan pilihan makanan.
- Berikan makanan berprotein tinggi, kalori tinggi, bergizi, dan minum.
- Berikan perawatan mulut sebelum makan.
f. Peningkatan Tidur
- Pantau pola tidur dan lamanya tidur pasien.
- Ciptakan lingkungan untuk mendukung tidur pasien.
- Berikan pijatan nyaman.
- Anjurkan peningkatan lamanya tidur.
- Berikan obat tidur.
- Diskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai kenyamanan, teknik peningkatan tidur, dan perubahan gaya hidup yang dapat mengoptimalkan tidur.
g. Bathing (1610)
o Bantu mandi di tempat tidur.
o Mandikan dengan air dengan suhu yang nyaman.
o Pantau kondisi kulit ketika mandi
o Pantau kemampuan fungsi tubuh ketika mandi.
o Membantu Perawatan Diri : Mandi/ Kebersihan
o Bantu pasien sampai benar-benar mampu melakukan perawatan diri.
h. Infection Control (6540)
o Observasi dan laporkan tanda dan gejala infeksi seperti kemerahan, panas, nyeri, tumor, dan adanya fungsiolaisa
o Kaji warna kulit, kelembaban tekstur, turgor, cuci kulit dengan hati-hati, gunakan hidrasi dan pelembab seluruh muka
o Gunakan setandar precaution dan gunakan srung tangan selama kontak dengan darah, membrane mukosa yang tidak utuh
o Ajari pasien dan keluarga tentang tanda-tanda gejala infeksi dan kalau terjadi untuk melapor kepada perawat
o Berikan terapi antibiotic sesuai instruksi
o Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
o Pertahankan tehnik asepsis pada pasien yang beresiko
o Perubahan dalam lokasi/intensitas tidak umum tetapi dapat menunjukkkan terjadinya komplikasi
o Agar dapat melakukan tindakan pencegahan nyeri
o Meningkatkan oksigenasi keotak dan mengalihkan perhatian klien
o Mengurangi nyeri yang dirasakan
o Agar nyeri dapat hilang
o Memantau apakah pemberian analgetik perlu diteruskan
o Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktasi volume intravascular
o Menunjukkan status hidrasi dan perubahan pada fungsi ginjal, yang mewaspadakan terjadinya gagal ginjal.
o Mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit
o Memberikan informasi berbagai ganguan dengan konsekuensi tertentu pada fungsi sistemik sebagai akibat dari perpindahan cairan
o Mempengaruhi pasien untuk meningkatkan nafsu makan.
o Memastikan keseimbangan intake dan output.
o Memastikan pasien mendapat cukup kalori untuk menunjang aktivitas.
o Meningkatkan nafsu makan dengan memberikan makanan yang disukai.
o Menjaga asupan nutrisi untuk sumber energi.
o Menghilangkan ketidaknyamanan pada mulut.
o Mengetahui pola tidur dan lamanya tidur pasien.
o Menciptakan kenyamanan.
o Memberikan kenyamanan.
o Agar kebutuhan tidur terpenuhi.
o Memudahkan pasien untuk tidur.
o Memberikan tindakan yang tepat dalam hal peningkatan tidur.
o Mempertahankan kebersihan diri pasien.
o Meningkatkan kenyamanan pada pasien.
o Memantau apakah ada infeksi/luka pada kulit.
o Untuk menunjang aktivitas pasien
o Mempertahankan kebersihan diri pasien.Agar dapat melakukan tindakan yang tepat sesuai kondisi klien
o Untuk menentukan rencana keperawatan selanjutnya
o Untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial
o Agar keluarga mengetahui factor penyebab infeksi
Untuk mencegah infeksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar